Sabtu, 26 Desember 2009

24 Desember 2009

Pagi itu seluruh jalan di Pekanbaru dipadati oleh kendaraan bermotor. Pada salah satu mobil, melalui kaca jendela yang transparan tampak seorang anak lelaki berseragam putih merah sedang bercakap dengan kedua orang tuanya yang duduk di depannya. Sang ayah berpakaian sangat rapi, begitu juga dengan sang ibu. Seakan-akan tiada hari yang lebih penting dari hari itu.
Walaupun berbeda arah dan lokasi, seluruh mobil itu menuju ke suatu tempat yang bernama sekolah. Ya, dari SD sampai SMA pada umumnya hari itu mengadakan terima rapor.

Di SMA ku, SMAN 8 Pekanbaru, terima rapor diadakan jam 10 pagi. Aku berangkat jam 9 bersama kedua orang tuaku. Di depan beberapa SD yang kami lewati, kulihat seorang ayah sedang berjalan bersama anaknya sambil membawa sebuah buku bersampul biru dengan wajah bangga.
Sampailah aku di sekolah. Aku langsung menuju kumpulan teman-temanku, sementara orang tuaku berkumpul dengan orang tua murid yang lain.
Hari itu memang sangat menegangkan. Rapor itu adalah rapor pertamaku selama bersekolah di sini. Dan setelah pengumuman dibacakan di luar, barulah aku merasa lega. Alhamdulillah.
Sebagai seorang anak SMA, tentunya aku sudah terbiasa dengan tata cara dan suasana di kala hari penerimaan rapor. Namun, terima rapor kali ini sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Hari itu adalah hari yang penuh air mata kebahagiaan serta air mata kekecewaan. Di atas sana, di bangunan berwarna putih yang terletak di barisan paling depan SMAN 8 Pekanbaru, di saat kami berkumpul di luar kelas, menunggu orang tua mengambil rapor, banyak kenyataan yang tejadi di sekitarku.
Salah seorang temanku ingin loncat dari balkon karena tak menyangka bahwa hasil yang diperolehnya akan sebagus itu. Aku turut senang. Selamat ya :D.
Salah seorang yang lain, berjalan dengan ibunya dengan wajah bahagia, dan dengan penuh syukur ia menyebutkan rankingnya. Selamat :)
Namun, di sampingku berdiri seorang anak yang sedang menyembunyikan mukanya yang basah oleh air mata. Sepertinya temanku itu sedang menahan sesuatu yang panas, sakit, yang tidak enak, yang berasal dari dalam hatinya. Dunia seakan porak-poranda di dalam pikirannya, ia merasa tenggelam, terpuruk, sakit, hancur dalam dunia itu. Suara ringisan tangis itu semakin kuat. Sungguh tak kuat aku melihatmu teman. Saat itu, ingin rasanya kubawa kau ke suatu tempat di mana kau bisa melepaskan semua beban dan masalahmu itu, ingin rasanya kulakukan apapun agar kau bisa bisa keluar dari dunia itu. Namun, di kala itu aku hanya bisa menabahkanmu, memelukmu, dan menyuruhmu menangis lebih keras jika itu membuatmu lebih baik. Mari mulai hidup baru, mari perbaiki semuanya, kita masih punya waktu kok :D and with togetherness, yes we can. Kau hebat:D
Kemudian, datanglah seorang anak berjilbab yang baru saja berbincang dengan ibunya mengenai hasil yang diperolehnya. Dengan wajah kecewa ia menghampiriku. Lalu, menangis. Rankingnya memang di luar perkiraanya, serta perkiraan kami semua. Yang bikin lebih sakit hati lagi, rankingnya lebih rendah satu nomor dari nomor ranking yang dia kira paling minimal dia dapat. "Minumlah, mugkin akan membuatmu lebih baik", kata ku. Lalu menenangkannya. "Bersyukurlah. Ranking bukan segalanya dan kami tau ko bisa jauh lebih baik dari itu. Ko masih muda, jauh lebih muda daripada kami, tapi ko tau? Sebenarnya ko adalah saingan yang berat dan kami takuti. Mungkin ko butuh lebih giat lagi, dan lebih sadar bahwa segala sesuatu diatur Tuhan, Tuhan akan memberikan sesuatu yang setimpal pada kita, coba instropeksi.":)

Hmm, begitulah. Dan masih banyak kejadian lainnya.
Terima rapor kali ini banyak membuatku belajar, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar